05 December 2009

logika atau perasaan?


Pernah gak lo dicurhatin seseorang dan lo ikutan pusing mikirin masalah orang itu? atau pernah gak lo dicurhatin dan lo hanya bisa mendengarkan tanpa bisa komentar apa-apa, apalagi untuk ngasih solusi? Gue pernah. Seseorang curhat sama gue berkali kali, menumpahkan semua yang dia rasakan, dengan perasaan yang sama, yang disebabkan oleh orang yang sama, hal yang sama dan itu terjadi selama hampir 3 bulan ini. Gosh! Bayangin aja gimana rasanya jadi gue? kadang gue jenuh menghadapi ini, kadang gue pengen keluar dan tutup kuping lalu pergi gitu aja. Seolah-olah masalah itu gak pernah terjadi sehingga gue ga perlu denger curhatan itu berkali-kali. Kadang rasanya gue pengen mengubah hal itu agar gak terjadi, mengulang waktu sehingga gak ada yang tersakiti dan semuanya tetap baik-baik aja. Tapi gue gak bisa menyalahkan keadaan, gue ga bisa menyalahkan orang-orang yang terlibat di dalamnya, sang pelaku, sang korban dan lainnya, tapi please sebenarnya gue gak mau terlibat karena ini menguras hampir sebagian pikiran gue.

Mungkin gue tipe orang yang lebih mengandalkan logika daripada emosi dalam menyelesaikan masalah, dan gue adalah tipe orang yang easy going, ketika ada masalah yang terjadi, gue selesaikan sebaik mungkin dan setelah itu gue berusaha berdamai dengan masalah tersebut lalu gue melupakannya. Yap! as simple as that. Gue bukan tipe orang yang membesarkan masalah, malah kalo bisa masalah itu gue analisis, gue cari berbagai alternatif penyelesaiannya dengan melihat berbagai sudut pandang serta memikirkan berbagai risiko yang harus gue hadapi ke depannya dengan solusi yang akan gue pilih tersebut.

Jadi, karena gue orangnya sesimpel itu terkadang gue gak ngerti jalan pikiran orang-orang (terutama cewek) yang suka membesarkan masalah, mengungkit-ungkit masalah, menjadikan hal yang gak ada menjadi ada, lalu akhirnya emosi sendiri dan nangis. Maaf, bukannya gue mendiscreditkan orang-orang yang seperti itu, karena pada dasarnya daya tahan seseorang terhadap stress emang beda-beda, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh kepribadian, pola asuh, lingkungan, usia, dll. Tapi yang gue bingung adalah kenapa sih harus mengungkit-ungkit masalah lagi? Kenapa sih harus membahas masalah yang dulu (katanya) sudah diselesaikan? Membawa masalah itu kembali ke permukaan dan menyakiti diri sendiri lagi? Coba deh kalo kita bisa lebih berdamai dengan keadaan, menjadikan masalah tersebut sebagai pelajaran agar kita bisa introspeksi diri kita, pasti semuanya akan menjadi lebih mudah untuk kita dapat melangkah ke depannya.

Contohnya aja, lo naik taksi, tapi supir taksinya nengok terus ke belakang saat dia nyupir, terus apa yang akan terjadi? Nabrak? Nyerempet? Pasti akan terjadi hal-hal yang membahayakan kan? Itulah yang juga akan terjadi sama kita kalau kita terus melihat ke belakang, terus berpikir tentang masalah di masa lalu, karena kalau kita cuma mikirin hal-hal yang terjadi di masa lalu terus kapan dong kita bisa move on? Kapan kita bisa memikirkan apa yang harus kita lakukan di masa yang akan datang? Gimana caranya kita meraih mimpi-mimpi kita kalau kita terus melihat ke belakang?

Kita bisa ko melupakan. Kita pasti bisa melanjutkan hidup dengan lebih baik. Kita bisa kalau kita berusaha. Coba deh berusaha berpikir positif karena pikiran menentukan perasaan kita. Ketika kita merasa buruk, maka kita akan lebih banyak menarik hal-hal buruk ke diri kita. Namun sebaliknya, jika kita merasa baik, maka kita menarik sepenuhnya lebih banyak hal baik kepada diri kita.
Itu merupakan teori alam, hukum tarik-menarik (the law of attraction). Jadi, jangan sampai pikiran kita dikontrol oleh perasaan karena kita diberi kelebihan sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, yaitu otak. Maka pakailah kelebihan tersebut untuk menghadapi cobaan-cobaan yang diberikan oleh-Nya. Insyaallah kita akan bisa melewatinya dan jangan lupa banyak berdoa dan bersabar. InsyaAllah.

0 comments:

Post a Comment